5.1
Yodium
Tubuh
manusia orang dewasa nomal mengandung sekitar 15-20 mg yodium, dimana 70% -80%
terkonsentrasi di kelenjar tiroid. Pada kasus gondok dan asupan yodium rendah,
jumlah yodium dalam kelenjar dapat sesedikit 1 mg. Yodium terjadi dalam
jaringan terutama sebagai yodium organik terikat; iodida anorganik ada dalam
konsentrasi yang sangat rendah.
5.2
Fungsi
Yodium
Yodium
berfungsi hampir secara eksklusif
sebagai komponen dari hormon tiroid, tiroksin
(T4) dan 3,5,3-triiodotayronine (T3),
struktur mereka ditunjukkan pada Gambar
23.1. Hormon-hormon yang diperlukan untuk pertumbuhan normal dan pengembangan jaringan seperti sistem saraf pusat dan untuk pematangan seluruh
tubuh. Hormon juga mengatur
laju metabolisme basal dan metabolisme makronutrien. Meskipun beberapa laporan memberi kesan bahwa
yodium mungkin memiliki fungsi tambahan seperti dalam respon imun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengkonfirmasi saran ini.
5.3
Metabolisme
Yodium
Yodium diabsorbsi dalam
bentuk iodida. Konsumsi normal sebanyak 100-150 µg/hari. Ekskresidilakukan
melalui ginjal dan jumlahnya berkaitan dengan yang dikonsumsi. Dalam bentuk
ikatan organikdalam makanan hewani hanya separuh dari yodium yang dikonsumsi
dapat diabsorbsi. Di dalam darah, yodium terdapat dalam bentuk bebas ddan
terikat protein. Manusia dewasa sehat mengandung 15-20 mg yodium,
70-80%diantaranya berada dalam kelenjar tiroid (Ismail SD, 1993). Di dalam
kelenjar ini yodium digunakan untuk mensintesis hormon-hormon triiodothyronin (T3) dan tiroksin atau tetraiodothyroni
(T4) bila diperlukan. Kelenjar tiroid harus menangkap 60 µg yodium sehari
untuk memelihara persediaan tiroksin yang cukup. Penangkapan yodin oleh kelenjar
tiroid dilakukan melalui transfor aktif yang dinamakan pompa yodium. Mekanisme
ini diatur oleh hormon yang merangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormone/TSH) dan hormon Thyrotropin Releasing Hormonel/ TRH yang dikeluarkan oleh
hipotalamus yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari untuk mengatur sekresi
tiroid. Hormon tiroksin kemudian di bawa darah ke sel-sel sasaran dan hari,
selanjutnya dipecah dan bila diperlukan yodium kembali digunakan (Greenspan,
2001).
Kelebihan yodium
dikeluarkan melalui urine dan sedikitnya melalui fese yang berasal dari
cadangan empedu. Yodium bagian integral dari T3 dan T4 berfungsi untuk mengatur
pertumbuhan dan perkembangan. Hormon tiroid mengontrol kecepatan tiap sel
menggunakan oksigen. Hormon tyroid mengontrol kecepatan pelepasan energi dari
zat gizi yang dihasilkan energi. Tiroksin merangsang metabolisme sampai 30%.
Kedua hormon tersebut mengatur suhu tubuh, reprodusi, pembentukan sel darah
merah, fungsi otot dan syaraf. Yodium berperan pula dalam perubahan karotin
menjadi bentuk aktif vitamin A, sintesin kolesterol darah (Almatsier, 2002).
Tiroglobulin disintesis
dalam sel folikel, masuk ke koloid dengan proses eksositosis dari granula. Di
dalam granula terdapat enzim tiroid peroksidase.
Tiroglubulin yang telah menjadi hormon tiroid masuk lagi ke dalam sel. Ikatan
peptida dalam tiroglobulin terhidrolisis melepas asam amino, T3 dan T4. Semua
proses dibantu oleh TSH (Ismail SD, 1993).
Hormon
tiroid disintesis dalam kelenjar tiroid dari thyroglobulin, suatu glikoprotein
iodinasi terkandung dalam koloid folikel tiroid. Setelah iodinasi,
thyroglobulin terkena enzim proteolitik pada kelenjar tiroid yang memecahnya
terutama untuk melepaskan T4 dan beberapa T3 ke dalam
darah.
Produksi
T3 dan T4 pada tiroid dikontrol oleh tingkat thyroid-stimulating
hormone (TSH)-juga dikenal sebagai "Thyrotropin"-dalam sirkulasi.
Ketika tingkat sirkulasi T3 dan T4 yang memadai, ada
umpan balik pada hipofisis, yang mengatur produksi TSH. Jika tingkat sirkulasi
T4 dalam darah turun karena kekurangan yodium ringan, maka sekresi
TSH meningkat, yang pada gilirannya, mendorong penyerapan yodium oleh tiroid
dan meningkatkan output dari T4 ke dalam sirkulasi. Pada defisiensi
yodium moderat, bagaimanapun, tingkat sirkulasi T4 akan jatuh,
tetapi tingkat TSH tetap tinggi. Dalam kondisi kekurangan yodium sangat parah,
tingkat T3 juga dapat menurun. Oleh karena itu, tingkat kedua T4
dan TSH dapat digunakan untuk mendiagnosa hipotiroidisme akibat defisiensi
yodium (Clugston dan Hetzzel, 1994).
Setelah
dalam sirkulasi, T4 dan
T3 dengan cepat menempel pada protein yang mengikat beberapa, khususnya transthyretin, tiroksin mengikat globulin dan albumin. Hormon terikat
kemudian memindahkan T3 ke jaringan target adalah
T4 dan deiodinated bentuk
T3, aktif secara metabolik. Iodine yang dilepaskan kembali
ke kolam yodium serum
atau diekskresikan dalam urin.
Deiodination
dikendalikan oleh deiodinases iodothyronine (EC 3.8.1.4), enzymess yang
membutuhkan selenocysteine di saat aktif berfungsi (Arthur, 1999).
Oleh karena itu, seperti disebutkan sebelumnya, defisiensi selenium dapat
mengganggu aksi konversi hormon T4 secara biologis aktif ke T3.
TSH adalah hormon
perangsang tiroid yang dikenal dengan thyrotropin.
TSH meningkatkan pertumbuhan sel tiroid yang menyebabkan pembentukan gondok.
TRH yang dilepaskan oleh hipotalamus, membawa thyrotrop di dalam anterior pituitary (otak) untuk mensintesis dan
melepaskan TSH. TSH disintesis dan dilepaskan dengan cara pulsatile, yang berpuncak setiap 100 menit. TSH terikat dengan
receptor TSH membran pada sel-sel kelenjar tiroid (Elmer, 2005).
5.4
Kadar
Iodium dalam Urine
Pada join WHO, UNICEF,
ICCIDD Consultation tahun 1992 (Stanbury, 1996 dalam Rinaningsih, 2007), telah
disepakati pengambilan sampel urine untuk pemeriksaan Urinariy Excretion iodine (EUI) cukup menggunakan urine sewaktu dan
tidak perlu lagi menggunakan ratio dengan kreatinin. Urine dapat ditampung
dalam botol penampung tertutup rapat, tidak perlu dimasukkan dalam lemari es
selammasa transportasi dan tidak perlu ditambah pengawet urine. Metode yang
direkomendasikan adalah Ammonium
Persulfate Disgestion. Pertimbangan pemilihan metode ini yaitu mudah, sepat
dan tidak memerlukan alat yang terlalu mahal (Rachmawati B, 1997 dalam
Rinaningsih, 2007) Klasifikasi kecukupan yodium berdasarkanMedian UEI
(Stanbury, 1996 dalam Rinaningsih, 2007) adalah :
a. Defisiensi
Berat, median UEI < 20 µg/L
b. Defisiensi
Sedang, median UEI 20-49 µg/L
c. Defisiensi
Ringan, median 50-99 µg/L
d. Optimal,
median UEI 100-200 µg/L
e. Lebih,
median UEI 201-300 µg/L
f. Kelebihan (excess), median EUI > 300 µg/L
Berikut ini penentuan kadar yodium dalam
urine dengan metode cerium yang
diuraikan dalam buku karangan Supariasa, 2002 adalah :
1. 10
ml urine didestruksi (pengabuan basah) dengan penambahan 25 ml asam klorat 28%
dan 1 ml kalium klorat 0,5%.
2. Panaskan
di atas hotplate sehingga volume larutan menjadi kurang dari 0,5 ml. Larutan
ini diencerkan dengan air suling sehingga volume larutan menjadi 100 ml.
3. Dari
larutan terakhir ini dipipet 3 ml, kemudian ditambahkan 2 ml asam arsenit 0,2 N
; lalu didiamkan selam 15 menit.
4. Ke
dalam tiap larutan kemudian ditambahkan 1 ml larutan cerium (4+) ammonium
sulfat 0,1 M; dikocok kembali didiamkan selama 30 menit. Absorpsi dilakukan
pada panjang gelombang 420 ml.
Kurva standart dibuat dengan cara yang
sama seperti di atas pada kadar yodium 0,01, 0,02, 0,03, 0,04 dan 0,05 ppm
(terlampir). Larutan standart induk yang berkadar 100 ppm idbuat dengan
melarutkan 0,0168 g K103 dalam 100 ml air suling. Karena kadar yodium dalam
urine dinyatakan dalam mg 1 per g kreatinin maka diukur pula kadar kreatinin
urine dengan cara sebagai berikut :
Penentuan Kadar Kreatinin Urine
1. 0,1 ml
urine yang telah diencerkan 100 kali ditambahkan 4 ml H2SO4
N dan
0,5 ml natrium tungstat.
![](file:///C:/Users/Sheila/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
2. Setealah
itu dikocok dan didiamkan selama 15 menit lalu dipusing selama 10 menit.
3. Supernatan
dipisahkan lalu ditambahkan 0,5 ml larutan campuran 1 ml asam pikrat 10% dan
0,2 ml NaOH 10%.
4. Setelah
didiamkan selam 15 menit, absorpsi larutan dibaca pada panjang gelombang 520
nm.
Standart kreatinan dengan konsentrasi 1
mg/100 ml dikerjakan dengan cara yang sama.
Perhitungan kadar
yodium per g kreatinin: jika diketahui konsentrasi yodium A µg/Iurine dan kadar
kreatinin b g/I maka kadar yodium a/b µg/g kreatinin (Suharjo, 1990).
Batasan Dan Klasifikasi Pemeriksaan
Kadar Yodium Dalam Urine
Suatu daerah dianggap
endemis berat bial rata-rata ekskresi yodium dalam urine lebih rendah dari 25
µg yodium/gram kreatinin, endemik sedang bila ekskresi yodium dalam urine 25-30
µg yodium/gram kreatinin. Anak sekolah dapat digunakan sebagai target
penelitian karena prevalensi GAKY pada anak sekolah umumnya menggambarkan
prevalensi yang ada dalam masyarakat (Supariasa, 2002).
Dalam buku karangan
Ningtiyas (2010) biomarker yang biasanya digunakan untuk mengukur status yodium
adalah ekskresi yodium urine, ini mendekati gambaran asupan yodium. Pengukuran
yodium urin 24 jam lebih dipilih meskipun WHO menganjurkan urin casual (urin sesaat).
Konsentrasi TSH dalam
serum, whole blood atau cord blood biasa digunakan di negara
barat. T3 dan T4 dalam serum mahal, menjadi biomarker
yang jarang digunakan. Dimasa yang akan datang sangat dimungkinkan menggunakan
tyroglobulin dan darah kering untuk biomarker yodium pada anak-anak.
Ekskresi yodium urin
merefleksikan konsumsi yodium harian karena hanya sedikit yodium yag
dikeluarkan melalui feses. Lebih dari 90% asupan yodium dikeluarkan melalui
urin (Nath et al, 1992 dalam Gibson, 2005). Dengan asumsi nilai median dari
urin 24 jam adalah 0,0009 L/h/kg dan rata-rata biofaibilitas yodium dalam
makanan adalah 92% maka intakae yodium harian dalam µg bisa dihitung dengan
Intake yodium harian = (0,0009 x
24/0,92) x BB x IEU
=
0,0235 x BB x IEU
5.5
Kekurangan
Yodium Pada Manusia
Efek
beragam kekurangan yodium pada pertumbuhan dan perkembangan yang disebut
"gangguan kekurangan yodium" (SLI) dan diperinci dalam Tabel 25.1.
Mereka termasuk keterbelakangan mental, hipotiroidisme, gondok, kretinisme, dan
beragam derajat pertumbuhan lainnya dan kelainan perkembangan. Pada semua usia,
SLI paling umum dan jelas adalah gondok, pembesaran tiroid. Namun hormon tiroid
sangat penting bagi mielinasi sistem saraf pusat, yang paling aktif dalam
periode perinatal dan postnatal selama pengembangan janin dan awal. Oleh karena
itu, tidak mengherankan bahwa pasokan yang memadai yodium selama periode kritis
perkembangan otak memiliki efek besar pada perkembangan neuro-intelektual bayi
dan anak (Hetzel, 2000). Memang, yang terakhir telah dikonfirmasi dengan analisis
meta dari 18 studi. Kekurangan Yodium saja berarti penurunan skor IQ 13,5 poin
dalam kekurangan yodium dibandingkan dengan kelompok kekurangan noniodine
(Bleichrodt dan Bom, 1994).
Usia
|
Kekacauan
|
Janin
|
Aborsi
Kelahiran mati
Anomali
kongenital
Peningkatan
angka kematian perinatal
Peningkatan
kematian bayi
Neurologis
kretinisme
Mental defisiensi
Tuli-bisu
Kejang diplegia
Juling
Myxedematous
kretinisme
Dwarfisme
Mental defisiensi
|
Neonatus
|
Neonatal gondok
hipotiroidisme Neonatal
|
Anak dan remaja
|
Gondok
Juvenile hipotiroidisme
Gangguan fungsi mentalnya
Menghambat
perkembangan fisik
|
Dewasa
|
Gondok
Gondok dengan komplikasinya
hypothyroidism
Gangguan fungsi mentalnya
Yodium
diinduksi hipertiroidisme
|
Tabel
25.1: defisiensi yodium
gangguan. Setelah Lamberg. European Journal of Clinical Nutrition 47: 1-8, 1993. dengan izin dari Nature Publishing Group.
Gondok
adalah konsekuensi utama dari kekurangan yodium kronis dan masih sangat umum di
seluruh dunia. Ini biasanya terjadi ketika asupan yodium diet <50 mg/d. WHO telah menetapkan kriteria untuk
memperkirakan ukuran kelenjar tiroid dalam rangka standarisasi hasil antara
survei; rincian yang diberikan dalam bagian 25.1.2.
Di
daerah dimana ada dan gondok endemik kekurangan yodium berat, kretinisme endemik
dapat terjadi. Perbedaan geografis dalam manifestasi klinis kretinisme endemik
ditemukan. Gambaran klinis selalu menyertakan defisiensi mental dan baik
sindrom neurologis yang terdiri dari selang dan cacat bicara dan gangguan
karakteristik sikap dan gaya, atau thyroidism dominan dan pertumbuhan terhambat
(yaitu, bentuk myxedematous). Bentuk sindrom yang dikenal sebagai kretinisme
gugup atau neurologis, adalah lebih umum dan muncul hasil dari defisiensi
yodium ibu selama perkembangan janin. Di beberapa daerah (misalnya, Himalaya),
campuran dari kedua sindrom terjadi (Lamberg, 1993). Ada beberapa bukti bahwa
etiologi dari kedua kretinisme neurologis dan myxedematous dapat dipengaruhi
oleh koeksistensi kekurangan yodium dan selenium di beberapa daerah (Vanderpas
et al., 1990).
Kasus
ringan sampai sedang kekurangan yodium,
ditandai oleh gangguan
fungsi tiroid, telah terdeteksi
di beberapa bayi baru
lahir prematur di Eropa dan di tempat lain neonatus
(Kochupillai et al., 1986). Gangguan transien
seperti fungsi tiroid
dapat berhubungan dalam bagian, dengan kekurangan
neuro-intelektual sering diamati pada
bayi prematur selama perkembangan
mereka selanjutnya (Delange, 1985).
Anak-anak
(terutama < 5 tahun), preadolescents, dan wanita premenopause juga tampak
berada pada risiko ringan sampai sedang kekurangan yodium, bahkan di beberapa
negara lebih makmur seperti Swiss, Australia, dan Selandia Baru (Burgi et al,
1999.; Eastman 1999; Guttikonda et al, 2002:. Skeaff et al, 2002).
Penyebab paling
umum dari kekurangan yodium adalah asupan makanan tidak
memadai yodium. Memang, penurunan asupan yodium
telah dikaitkan dengan kemunculan kembali kekurangan yodium ringan di Australia dan Selandia Baru. Musim gugur ini telah dikaitkan dengan pengurangan dalam penggunaan iodophors dalam industri susu dan
konsumsi garam beryodium menurun
(Eastman, 1999;. Skeaff et al, 2002).
Faktor makanan
sekunder yang terkait dengan
pengembangan kekurangan yodium termasuk
goitrogens, atau zat dalam makanan yang dapat menghambat penyerapan atau pemanfaatan yodium dan dengan demikian mengurangi penyerapan ke
dalam kelenjar tiroid. Sayuran dari keluarga Brassicaccae,
khususnya kubis, lobak,
dan rutabagas, mengandung
tambahan bahan antithyrold aktif dalam
bentuk gabungan (progoitrin). Secara umum, goitrogens mengganggu pengikatan kovalen
atau yodium untuk thyroglobulin
dan mencegah oksidasi yodium oleh peroksidase
tiroid yodium (Gaitan,
1990). Goitrogens lainnya adalah linamarin, sebuah cyanoglucoside ditemukan di singkong, disulfides hidrokarbon
jenuh dan tak jenuh dari sedimen organik dalam
air minum, kedelai, dan produk-produk bakteri Escherichia coli dalam air minum.
Neonatus
dan untuk tingkat yang lebih rendah.
Wanita hamil, lebih sensitif terhadap
tindakan antitiroid dari goitrogens makanan
daripada bayi dan
anak-anak (Delange et al,.
1982).
Faktor-faktor diet
lain yang penting dalam kaitannya dengan
yodium termasuk kekurangan
selenium, zat besi atau vitamin A, yang masing-masing memperburuk efek kekurangan
yodium (Vanderpas et al, 1993; Wolde-Gebriel et al,
1993 a. Zimmerman et al, 2000a). Aturan
selenium dalam metabolisme yodium akan dibahas lebih lanjut dalam Bagian 25.2.
Langkah
kunci tertentu dalam metabolisme yodium sekarang bergantung pada besi (Beard di.
Al, 1998.). Pada
subyek dengan anemia defisiensi zat besi,
kadar T4 dan T3 lebih rendah, konversi T4 ke T3 diperlambat, dan konsentrasi
TSH meningkat (Dill-man et al, 1980; Beard
et al, 1990). Oleh
karena itu, anak-anak dengan gondok dan anemia defisiensi zat besi menunjukkan respon yang lebih rendah untuk minyak beryodium daripada
zat besi-sarat anak
(Zimmerman et al.
2000a). Dalam sebuah penelitian anak-anak di Maroko diobati
dengan zat besi microcapsulated
dan / atau garam beryodium,
ada penurunan lebih besar dalam prevalensi hipotiroidisme dan gondok dalam kelompok diperkaya garam ganda dibandingkan
dengan mereka yang menerima garam
beryodium saja (Zimmerman et al,
2003a).
Bukti
saat ini menunjukkan bahwa interaksi antara vitamin A dan metabolisme tiroid
mungkin melibatkan baik penghambatan sekresi TSH oleh hipofisis dan hormon
transportasi tiroid, sebagian dimediasi melalui dua protein transpor, protein
pengikat retinol dan transthyretin. Sebuah tinjauan rinci tersedia di Hurrell
dan Hess (2004). Beberapa penelitian melaporkan peningkatan kadar retinol serum
pada subyek dengan gondok terlihat (Wolde-Gebriel et al., 1993a 1993b.
Florentino et al, 1996). Sejauh ini, beberapa studi telah menyelidiki efek
suplementasi vitamin A pada metabolisme tiroid.
Kekurangan
yodium sekunder dapat berkembang dalam sejumlah penyakit atau kelenjar tiroid, atau kegagalan hipofisis atau hipotalamus. Dalam kondisi tertentu, iodida dalam dosis besar dapat menghalangi sintesis hormon tiroid, biasanya sementara, setelah sintesis
hormon dilanjutkan. Fenomena ini dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff (Wolff
dan Chaikoff, 1948). Kadang-kadang, dalam 3%-4% dari
individu yang sehat, blok terus
berlanjut dan gondok dapat
mengembangkan.
5.6
Pengaruh
Asupan Tinggi Yodium
Kebanyakan individu
dengan tiroid sehat sangat toleran terhadap kelebihan asupan yodium
dari kebiasaan makanan (Pennington,
1990). Dalam keadaan seperti itu,
yodium serapan oleh tiroid adalah nyata berkurang,
tapi gondok dan
hipotiroidisme jarang diinduksi.
Di daerah tertentu dari Jepang dan
China, bagaimanapun, di mana rumput laut yang kaya yodium
adalah makanan pokok
(Suzuki et al,
1965;. Suzuki dan Mashimo, 1973), asupan
yodium yang tinggi (50.000 sampai 80.000 mg
/ d) dapat
menghasilkan pembesaran tiroid
(gondok).
Ada
juga sub-populasi tertentu yang merespon negatif untuk konsumsi yodium yang
berlebihan tiba-tiba. Ini termasuk orang yang hidup dimana gondok endemik dan
dengan kebiasaan asupan yodium rendah, mereka yang sensitif terhadap yodium,
dan orang-orang dengan kelainan yang sudah ada sebelumnya dari kelenjar tiroid
seperti penyakit tiroid autoimun (Delange et al., 1999). Orang lanjut usia,
terutama wanita yang memiliki asupan yodium rendah sepanjang hidup mereka,
cenderung lebih rentan terhadap asupan yodium yang berlebihan (Pennington,
1990). Efek samping mungkin termasuk hipotiroidisme dan TSH tinggi, gondok,
peningkatan kejadian penyakit tiroid autoimun, dan kemungkinan kanker tiroid
papiler (IOM, 2002).
Kadang-kadang,
ketika yodium telah diberikan profilaksis di daerah kekurangan yodium, beberapa
kasus hipertiroidisme atau JOD-Basedow tirotoksikosis telah muncul. Ini
cenderung terjadi pada individu dengan nodul tiroid yang "Otonom"
atau "terlalu aktif". Hipertiroidisme umumnya ringan dan dapat
diobati dengan mudah.
Dewan
Makanan dan Nutrisi Amerika Serikat toleransi Tingkat Asupan Atas untuk asupan
yodium orang dewasa > 19 tahun dan wanita hamil dan menyusui adalah 1100 mg/d. Tingkat untuk anak-anak dan remaja
juga diberikan dalam IOM (2002).
5.7
Index
Satus Yodium
Metode
biokimia yang paling banyak digunakan menilai status yodium untuk menentukan
ekskresi yodium urin baik dalam 24 jam sampel urin atau spesimen urin biasa;
metode ini dijelaskan di bawah ini. Pengukuran thyroid stimulating hormone
(TSH) dalam serum digunakan sebagai tes skrining untuk mendeteksi
hipotiroidisme kongenital pada neonatus. Apakah itu juga dapat digunakan untuk
menilai status yodium kurang jelas. Beberapa peneliti mengklaim bahwa
konsentrasi serum thyroglobulin penanda sensitif status yodium. Tingkat T3
atau T4 dalam serum kadang-kadang juga digunakan, meskipun mereka
relatif tidak sensitif, umumnya hanya jatuh di bawah kisaran normal ketika
kekurangan yodium sangat parah.
Metode
untuk menilai volume kelenjar tiroid juga
dijelaskan. Penentuan fungsi
kognitif pada anak-anak kadang-kadang
digunakan sebagai ukuran fungsional
noninvasif status yodium. Beberapa mikronutrien
lainnya mempengaruhi fungsi kognitif (misalnya, besi, seng, folat, dan vitamin B22),
jadi tes ini sangat tidak spesifik dan paling berguna
selama intervensi percobaan double-blind plasebo yodium terkontrol.
6.
Pengukuran
TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Pengukuran TSH
merupakan indikator mengenai kekurangan yodium, hasilnya dapat meningkatkan
penggunaan dalam penelitian kekurangan yodium. Pengukuran ini secara langsug menunjukkan
kecukupan hormon tiroid, yaitu substansi yang penting bagi perkembangan
neurologi normal. Kadar hormon tiroid mudah diukur dengan immunoasay yang sangat sensitif dan spesifik dengan menggunakan
sedikit sampel darah. Meskipun dibutuhkan laboratorium yang handal,
sampel-sampelnya stabil tanpa pembekuan dan karena itu mudah dibawa ke
laboratorium untuk diproses. Distribusi nilai TSH bisa digunakan untuk
mendeteksi kadar kekurangan yodium yang ringan. Penelitian kekurangan yodium
dengan menggunakan TSH bisa dinilai pada target khusus misalnya anak-anak usia
pra sekolah dan wanita pada umur reproduksi. Pengalaman di dalam
menginterpretasikan distribusi nilai-nilai TSH pada populasi-populasi masih
terbatas (Trowbridge, 2001 dalam Rinaningsih, 2007).
Pengukuran TSH sangat
penting karena menunjukkan cukupnya pasokan hormon tiroid otak. Rentang TSH
yang normal manunjukkan bahwa hipotalamus merasakan jumlah hormon tiroid yang
normal dan menstimulasi tiroid untuk terus membuat dan melepaskan hormon tiroid
pada kadar yang sama. Kadar TSH tinggi memberi tanda hormon tiroid syaraf pusat
tidak cukup. Sedangkan rendahnya kadar TSH menunjukkan bahwa sistem syaraf
pusat merasakan peningkatan jumlah hormon tiroid (Elmer, 2005 dalam
Rinaningsih, 2007). Nilai batasan normal kadar serum TSH di Laboratorium GAKY
Undip adalah 04-05 µU/ml (WHO, 2001).
Sintesis dan pelepasan
TSH dari anterior pituitari (otak) dikontrol oleh konsentrasi hormon-hormon
tiroid (khususnya T3) di dalam
trirotrops
dan jumlah TRH yang dilepaskan oleh hipotalamus. Hormon tiroid mengontrol
transkripsi mRNA dari TSH. Hipotalamus juga melepaska somatostatin dan dopamine,
yang menghambat pelepasan TSH dari anterior pituitari (otak). Diyakini somatostatin dan dopamine bekerja melalui sistem tranduksi sinyal G-coupled. Somatostatin dilepaskan
hipotalamus selama hipertiroid (serum T3 dan T4 yang tinggi) yang menurunkan
pelepasan TSH (Elmer, 2005 dalam Rinaningsih, 2007).
6.
Penilaian Status Yodium Dan Selenium
Yodium
dan selenium dianggap sama dalam karena interaksinya dapat di kenali.
Kekurangan dua unsur tersebut, terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah,
yang disebabkan terutama oleh konsentrasi tanah rendah yang sering diperburuk
oleh pencucian. Kedua elemen yang penting untuk metabolisme hormon tiroid dan
diperlukan untuk pertumbuhan optimal dan pengembangan. Selain itu, mereka
memiliki peran dalam reproduksi normal, ekspresi gen, dan sintesis enzim
metabolisme xenobiotic dalam hati (Arthur, 1999). Kekurangan dari kedua unsur
elemen tersebut berdampak serius melemahkan efek klinis, beberapa ada yang
tidak dapat digantikan.
Efek
beragam kekurangan yodium pada pertumbuhan dan pengembangan dikenal dengan hasil dari penurunan dalam produksi hormon tiroid.
Konsekuensi yang paling jelas dari
kekurangan yodium pada semua usia adalah gondok,
ditandai oleh pembesaran tiroid. Beberapa efek
samping lain juga terjadi, dan
secara kolektif disebut "gangguan kekurangan yodium"
(SLI).
Sebaliknya,
hanya ada dua penyakit yang ditandai terkait dengan
defisiensi selenium pada manusia.
Ini adalah penyakit Keshan dan penyakit Kaschin-Beck, baik
yang terjadi di Cina dan Tibet.
Ada beberapa bukti bahwa kekurangan yodium tambahan mungkin termasuk dalam etiologi penyakit Kaschin-Beck
(Moreno-Reyes et
al., 1998). Baru-baru
ini, selenium berstatus rendah
dapat menyebabkan gangguan fungsi kekebalan
tubuh dan peningkatan risiko
penyakit jantung koroner dan kanker.
Selenium
sekarang diketahui memiliki peran penting dalam dua
aspek metabolisme hormon tiroid.
Mengandung tiga deiodinases iodothyronine
(EC 3.8.1.4) mengontrol
sintesis dan degradasi dari hormon tiroid yang
aktif secara biologis, 3,5,3-triiodothyronine
(T3), di hati, ginjal, dan otot. Ini
peraturan tingkat jaringan T3 oleh account seleno protein untuk
pengamatan sebelumnya bahwa kekurangan
selenium dapat mengeblok sistem
kontrol umpan balik tiroid.
Selain itu,
setidaknya mengandung lima glutation peroksidase
(EC 1.11.1.9), dan beberapa mengandung enzim - thioredoxin eductases
(EC 1.6.4.5)-melindungi
tiroid dari lipid
peroksida dan hidrogen peroksida yang dihasilkan selama sintesis hormon tiroid (Behne
dan Kyriakopoulos, 2001). Oleh karena itu, kekurangan selenium juga mempengaruhi fungsi kelenjar
tiroid itu sendiri (Arthur et al., 1999).
Jadi kekurangan selenium
mungkin memiliki peran penting dalam
memperburuk hipotiroidisme yang timbul dari kekurangan yodium. Hal ini juga mungkin
terlibat dalam etiologi kretinisme
myxedematous (Van derpas et al., 1993). Ini
adalah sangat penting dalam gizi manusia karena di beberapa daerah endemik kekurangan yodium
(misalnya, Zaire), kekurangan selenium juga terjadi.
Ada beberapa
bukti bahwa pada populasi dengan status selenium yang
relatif rendah, pengobatan SLI
dengan selenium saja dapat memperburuk hipotiroidisme. Efeknya timbul dari
stimulasi metabolisme tiroksin oleh jenis selenoenzyme
tipe I iodothyronine 5-deiodinase. Oleh karena itu,
pengobatan dengan selenium sebaiknya
tidak diberikan tanpa suplementasi hormon tiroid yodium
atau ketika kekurangan yodium dan selenium baik
digunakan bersamaan (Vanderpas
et al., 1993).
Berbeda dengan
efek samping, adanya kekurangan selenium bersamaan
juga mungkin memiliki efek sonik
menguntungkan pada individu dengan kekurangan yodium. Penurunan
dalam pemberian selenium dapat
mengakibatkan perubahan dalam kegiatan
yang mengandung deiodinases yang melindungi otak dari konsentrasi T3 rendah di kekurangan yodium.
Efek tersebut dapat membantu mencegah beberapa kerusakan neurologis (Arthur et al, 1999). Apakah kekurangan
yodium melindungi terhadap defisiensi
selenium menjamin penyelidikan lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar